Ritual cinta ibu bapakku

Ritual cinta ibu bapakku
Dulu, ketika saya masih kecil, bapak saya sering meminta kami, anak-anaknya agar terjaga dan berkumpul ketika hujan angin yang setara dengan badai datang. Bahkan ditengah malam buta sekalipun, kami dibangunkan dan bapak saya meminta seluruh yang tinggal dirumah itu agar tidak tertidur sekejappun sampai hujan badai reda. Beliau sendiri diam seribu bahasa, duduk bersila dan komat-kamit. Kami yakin sekali doa yang dipanjatkannya. Bahkan pernah suatu ketika hujan angin begitu dahsyatnya. Saya mengintip keluar jendela dan menyaksikan beberapa pohon bertumbangan dan seng serta benda-benda lain yang berterbangan. Saat itu, Bapak bukan hanya berdoa. Bahkan beliau sampai keluar dan mengumandangkan adzan.

Atau ketika saya sedang belajar untuk menghadapi ujian akhir. Bapak meminta seluruh lampu rumah dimatikan. Radio dan televisipun mati juga. Hanya lampu kamar saya yang boleh menyala. Adik-adik dan ibu sayapun terpaksa tidur dalam gelap. Sementara bapak duduk bersila dan terus berdoa sambil melihat saya yang sibuk membaca-baca.

Ada hal romantis disini. Bapak faham, bahwa ia tak cukup ilmu untuk mengajari kami, anak-anaknya, ilmu sekolahan. Karena bapak memang tidak pernah sekolah. Beliau lebih faham huruf arab gundul daripada angka dan huruf “barat”. Beliau tidak faham apa itu matematika, fisika, biologi dan segala tetek bengek kurikulum. Beliau hanya punya doa. Yang semua dicurahkan untuk anak-anaknya. Karena dalam darah anak-anaknya, mengalir darahnya.

Ibu saya tidak kalah dalam soal ritual. Ketika saya hendak bepergian jauh misalnya. Sampai kini, beliau selalu mencium pipi saya, mengambil sejumput tanah dari halaman rumah yang kemudian dibungkus kain putih untuk kemudian harus saya bawa bersama. Saya tafsirkan, itu adalah doa agar saya bisa kembali ke tanah ini dengan selamat sekaligus saya tidak keblinger dijalan karena selalu ingat asal-usul saya.

Ada yang lucu ketika saya hendak menikah dulu. Saat hendak keluar dari rumah untuk datang mengikuti prosesi akad nikah Saya disuruh merangkak melewati kedua kaki ibu saya. Saya tidak pernah tahu maksudnya. Entah. Mungkin artinya saya dilahirkan kembali. Mejadi manusia dewasa. Dan bukan anak-anak lagi. Setidaknya itu tafsir saya sampai saat ini.

Orang boleh bilang apa saja tentang ritual kedua orang tua saya ini. Boleh terkagum-kagum, tertawa atau boleh saja menghujat, mebid’ahkan atau apapun. Karena dalam rabaan saya dan seluruh adik-adik saya, yang terasa adalah cinta, tanggungjawab, doa dan kesucian niat dari dua hamba Alloh yang telah diberi amanah.

2 Responses to "Ritual cinta ibu bapakku"

  1. Wah selamat datang kembali Den Mas. Hehe saya baru nemu cobrotane sampeyan tadi malam, wis khatam. Pas tak lihat tanggal postinge, setahun sampeyan vakum ya, jadi ya salam kenal dan selamat datang.

    Tentang ritual cinta ibu bapak, sedikit banyak mirip sama ibu bapakku. Jadi bertanya-tanya, apa ritual cinta ku untuk anakku?

    BalasHapus
  2. terima kasih kunjungannya om .. saya memang tidak begitu produktif dalam menulis blog ini. entahlah. untuk blog ini saya mesti agak "fresh idea" ketika menulis dan celakanya agak sulit mendapatkannya.

    BalasHapus